Selasa, 14 Desember 2010

Waktu

 Sumber: Tulisan ini dimuat di harian Sinar Indonesia Baru,19 Januari 2005 dan diedit untuk buku Aku Punya Impian.
 
Pemborosan terbesar yang kita lakukan selama ini sebenarnya bukanlah BBM (bahan bakar minyak) yang sebagian besar di antara kita protes kalau harganya dinaikkan. Melainkan waktu. Kenapa itu terjadi? Tentu saja, karena kita mendapatkan waktu secara cuma-cuma. Gratis! Ya, kita merasa tidak ada yang perlu  dikorbankan untuk mendapatkan waktu seperti BBM. Alasan ini, disadari atau tidak, menjadi salah satu faktor membuat kita sering mengabaikan waktu sebagai sesuatu yang bernilai.
            Masih ingat lagu lama, If I only had time? Penyanyinya bersenandung murung, “Andai aku masih punya waktu….” Kita mungkin punya banyak uang, tapi waktu tidak bisa dibeli.
            Betapa berharga waktu. Saya pernah tanya sejumlah remaja dari kalangan sederhana: apakah kamu mau menerima uang sebanyak 5 milyar rupiah, tapi kamu diubah jadi seorang kakek tua? Sembari terkekeh dan menuduh saya mengada-ada, semua menolak dengan tegas. Namun, coba renungkan, kenapa mereka menolak? Takut mati? Atau menghargai hidup ini? Saya pikir, betapa kaya sesungguhnya mereka yang berusia belia. Mereka masih memiliki banyak kesempatan untuk membuat prestasi-prestasi cemerlang. Paling tidak, walau hidup dengan apa adanya, mereka merasa lebih berharga dari kakek tua milyader itu. Ya, apakah artinya punya uang berlimpah kalau kita segera kehilangan nyawa digrogoti usia? Kalau begitu, bukankah waktu sesungguhnya begitu bernilai?
Berbicara soal waktu,  saya selalu teringat pada fisikawan legendaris Albert Einstein (1879-1955). Sejak remaja, ia sering memikirkan waktu. Apakah waktu? Berapa cepat waktu berjalan? Bisakah waktu diukur, seperti panjang, lebar, dan tinggi? Apakah waktu akan habis? Seperti halnya ruang, Einstein menganggap waktu begitu penting. Teori relativitasnya yang terkenal itu (E=MC²), tidak lepas dari konsep waktu. Ia pernah ditanya wartawan, apakah relativitas itu? Orang yang banyak merenung dan dikira dungu pada masa kecilnya itu menjawab, “Kalau kita duduk sejam di samping cewek cakep terasa cepat sekali. Tapi ketika kita duduk di atas tungku panas selama semenit terasa lama sekali. Itulah relativitas.” Ya, sejam bisa terasa singkat dan semenit bisa terasa lama. Itulah waktu.
Pepatah Tiongkok kuno berkata, “Bukan berapa lama kita hidup, tapi bagaimana kita hidup”. Dengan kata lain, tidak menjadi persoalan muda atau tua, yang penting adalah kita berguna bagi kehidupan ini.
Sejarah mencatat, orang-orang muda ternyata mampu melahirkan karya-karya monumental. Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) pada usia lima tahun sudah menggubah dua karya musik terkenal, meninggal dalam usia 35 tahun, tapi mewariskan ratusan sonata, simfoni, dan opera. Anne Frank (1929-1945) menulis catatan hariannya sejak berusia 13 tahun di kamar persembunyian karena dikejar-kejar tentara Nazi,  meninggal pada usia 16 tahun, catatannya itu kemudian menjadi buku terkenal di dunia, The Diary of Anne Frank. Pecatur Sergey Karjakin dari Ukraina menjadi Grandmaster termuda di dunia pada tahun 2002 dalam usia 12 tahun 7 bulan (bandingkan dengan juara dunia berkali-kali, Garry Kasparov menjadi GM pada usia 16 tahun, 11 bulan, 29 hari). Tentu saja masih banyak orang muda yang telah berkarya bagi dunia. 
Dan sejarah mencatat, usia tua mampu pula menorehkan karya-karya agung. Winston Churchill (1874-1965) sudah berusia 80 tahun ketika masih menjabat Perdana Menteri Inggris yang legendaris. Albert Schweitzer (1875-1965), seorang pendeta  yang memiliki empat gelar doktor (Teologia, Kedokteran, Filsafat, dan Musik), pada usia 78 tahun ditetapkan sebagai pemenang hadiah Nobel di bidang    Perdamaian    karena  pengabdiannya kepada orang-orang miskin  di   Afrika.   Billy  Graham (1918- )  kini berusia lebih 92 tahun, tapi masih memiliki semangat tinggi untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Dan tentu saja, masih banyak lagi manusia  berusia lanjut, tapi masih mampu menggarami dan menerangi dunia.
Dengan memiliki 64 tense, bahasa Yunani menunjukkan kepekaan begitu tinggi terhadap waktu (bandingkan bahasa Inggris 16 tense). Adapun kata yang diterjemahkan untuk waktu adalah kronos dan kairos. Sangat besar perbedaan keduanya. Kronos adalah waktu yang berlangsung secara mekanis. Ketika kita melakukan rutinitas sehari-hari –bangun tidur, mandi, sarapan, nonton televisi– maka kita hidup di dalam waktu bernama kronos. Adapun kairos adalah momen penting yang tak akan terulang lagi karena keistimewaannya. Momen penting –menerima penghargaan, lulus sarjana, juara dunia– yang terjadi dalam kehidupan kita berlangsung dalam waktu yang bernama kairos. Kesempatan untuk mengubah kronos menjadi kairos tergantung kita. Di dalam mitologi Yunani, dewa kesempatan digambarkan dengan makhluk berkepala botak di bagian belakang. Ia memiliki sayap di kaki. Tentu saja, kalau dewa kesempatan melintas cepat sekali. Sekali lolos, mustahil kita dapat menangkapnya. Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga dari depan agar kesempatan tidak lepas dari tangkapan kita.
Mitologi ini mengingatkan kita pada pepatah : orang bodoh membuang-buang kesempatan; orang biasa menunggu kesempatan; orang bijaksana mencari kesempatan. Tidak ada bedanya waktu yang digunakan seorang bijaksana dengan waktu seorang pemalas. Satu hari 24 jam. Namun yang membuat berbeda adalah orang yang menggunakannya. “Untuk apa hidup, kalau bukan untuk perjuangan-perjuangan yang mulia dan menjadikan dunia yang kacau ini lebih baik setelah kita mati?” ujar Sir Winston Churchill. Sedangkan ganjaran bagi pemalas adalah seperti dikatakan Raja Salomo, “maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu”.
            Nabi Musa menulis, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap”. Akhirnya marilah kita menghayati renungan Nabi Musa: “Ajarilah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”. Semoga waktu yang diberikan Tuhan dapat kita manfaatkan dengan baik.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar