Senin, 13 Desember 2010

Serigala Berbulu Domba

Sumber: Tulisan ini dimuat di majalah Maranatha edisi Pebruari 2009


Aksi koboi pernah terjadi di sebuah gereja. Seorang jemaat tiba-tiba mengacungkan pistol saat kebaktian Jumat Agung berlangsung. Jemaat yang ternyata anggota dewan (wakil rakyat) itu mendesak pendeta agar segera meninggalkan ruangan karena tidak berhak memimpin kebaktian. Menurutnya, masa berlaku SK penugasan pendeta telah habis. Namun, jemaat lain protes, SK memang telah dikeluarkan, tapi belum dilakukan serah terima jabatan. Aksi koboi itu  nyaris memicu perkelahian massal. “Ia memaksa pendeta ke luar sembari mengacungkan pistol ketika para jemaat sedang beribadah. Ini sangat kami sayangkan,” ujar  seorang jemaat sekaligus saksi pelapor ke pihak kepolisian. Menyusul peristiwa memalukan itu, polisi terpaksa menjaga ketat saat kebaktian berlangsung (Kompas, 28 Maret 2005).
            Ada pula peristiwa lebih sadis di lingkungan gereja. Seorang pendeta tewas dibunuh. Dilaporkan, seorang wanita yang adalah pengajar Alkitab terlibat dalam pembunuhan berdarah itu. Polisi menyebutkan, wanita itu telah mengakui perbuatannya.  Berdasarkan penyelidikan, kepala korban dipukul dengan asbak, lalu lehernya dicekik. Pada dinding rumah, ditemukan pula bercak darah. Dan kita tak habis pikir, wanita itu sebelumnya terlihat paling sibuk mengurus jenazah pendeta, menangis tersedu-sedu, dan memberikan kata-kata penghiburan kepada keluarga korban (Sinar Indonesia Baru, 24 Januari 2006). Pertanyaan kita adalah kenapa wanita itu sampai begitu tega membunuh seorang pendeta? Masih dalam tahap penyelidikan. Namun pada hari-hari selanjutnya dilaporkan, ternyata wanita itu selama ini punya hubungan mesra dengan pendeta yang sudah beristeri itu.
            Banyak hal yang menjadi “batu sandungan” bagi gereja. Kita sebut saja: ada pengurus gereja terlibat aktivitas politik murahan, karena motifnya sebagai Tim Sukses adalah uang, uang, dan uang, maka dia mencari pasangan calon yang punya banyak uang, dan kerjanya bukannya menyampaikan dengan simpati keunggulan calonnya dan kenapa harus didukung, melainkan suka menjelek-jelekkan orang lain alias berkampanye negatif; sejumlah pengurus gereja nyaris baku hantam karena masing-masing pihak merasa paling berhak mengelola  bantuan dana tsunami; saat doa syukur persembahan disampaikan, kantong kolekte raib; ada pula sesama pendeta saling gugat di pengadilan untuk mengurus sekolah Kristen.
Ya, betapa sulit membedakan antara gandum dan lalang yang tumbuh bersamaan; antara domba dan serigala berbulu domba. Sebagai jemaat gereja, kita pasti dihadapkan dengan bahaya yang datang dari sosok-sosok serigala berbulu domba. Jangan pernah lupa peringatan Yesus, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala…. (Matius 10:16). Dengan kata lain, dalam menjalankan pelayanan, kita diingatkan bahwa kita senantiasa berada di dalam bahaya.
Bahaya itu muncul dari sosok munafik yang disebut Yesus sebagai serigala berbulu domba, yang tentu saja banyak berkeliaran di sekitar kita. Tahukah Anda? Tampang domba sebenarnya mirip serigala. Kalau bulu-bulu lebat domba dicukur habis, lalu dikenakan pada serigala, tidak mudah kita tahu bahwa makhluk itu sesungguhnya binatang buas. Bayangkan, kita berada di antara orang yang tampak  alim dan rajin ke gereja, tapi ternyata berhati buas. Seperti kita ketahui, di lingkungan gereja banyak orang seperti domba, tapi kelakuannya sungguh membuat hati miris. Yesus mengingatkan, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas” (Matius 7:15).
Lalu, bagaimana kita harus bersikap menghadapi sosok yang digambarkan sebagai serigala berbulu domba? Yesus mengatakan, “… sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Matius 10:16). 
Kenapa kita harus seperti ular? Alkitab mengatakan, “Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah” (Kejadian 3:1). Makhluk yang menjadi simbol di bidang kedokteran (apotik) ini peka terhadap panas dinginnya suasana. Perubahan suhu udara di bawah satu derajat celsius dapat dirasakannya. Menurut sumber dari internet, ular sebenarnya tuli, tapi peka terhadap pergerakan. Tiupan seruling pemilik ular (snake charmer) membuat hewan itu meliuk-liukkan tubuhnya seolah-olah menikmati irama merdu, padahal ular sebenarnya mengikuti pergerakan tubuh tuannya. Dengan kepekaan merasakan suhu udara dan pergerakan, ular dapat cepat mengendus bahaya. Para ahli mengatakan, kalau gunung hendak meletus, ular dapat dengan cepat menghindar. Tentu saja, ular dapat merasakan gerak-gerik kedatangan serigala dan musuh lainnya sehingga bisa terhindar dari maut. Jadi, dari ular kita bisa belajar agar tuli terhadap fitnahan-fitnahan, dan peka merasakan suasana. Dengan kata lain, kita pun harus tanggap terhadap tipuan si iblis agar luput dari bahaya.  
Dan kenapa kita harus seperti merpati? Adapun merpati adalah lambang perdamaian. Merpati diketahui sebagai makhluk yang sabar dan tulus. Suatu eksperimen yang dilakukan orang-orang Jepang (Watanabe, Sakamoto, Wakita) menyatakan, setelah mendapat pelatihan, merpati dapat membedakan lukisan seniman-seniman besar seperti Picasso, Monet, Van Gogh, dan Chagall. Merpati bisa merespon dengan baik. Ia mengerti maksud tuannya. Merpati dapat mengenal sosok pribadi dalam jumlah yang besar meskipun sudah lama tidak bertemu. Merpati mengenal rute yang sama ketika pulang setelah mengadakan perjalanan jauh.
Masih ingat kisah Nabi Nuh? Alkitab menulis, “Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang dari muka bumi. Tetapi burung merpati itu tidak mendapat tempat tumpuan kakinya dan pulanglah ia kembali mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, karena di seluruh bumi masih ada air; lalu Nuh mengulurkan tangannya, ditangkapnya burung itu dan dibawanya masuk ke dalam bahtera. Ia menunggu tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya pula burung merpati itu dari bahtera; menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi” (Kejadian 8:8-11). Dari merpati, kita bisa belajar agar tekun dan tulus. Seperti merpati tahu maksud tuannya, kita pun belajar agar mengerti kehendak Tuhan. Seperti merpati tahu rutenya pulang ke kandang, kita pun harus mengenal “rute” pulang menuju rumah Bapa di sorga. Bagi orang-orang Kristen, satu-satunya jalan adalah melalui Yesus. “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui aku,” ujar Yesus (Yohanes 14:6).
Ingatlah, sebagai pengikut Yesus, kita adalah domba-domba-Nya. Karena  banyak sekali sosok serigala berbulu domba di sekitar kita, maka sepanjang kita mengandalkan Tuhan, kita akan luput dari bahaya. Seperti tulis Daud dalam Mazmur 23: “Tuhan adalah gembalaku…. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku….”





3 komentar:

  1. ......... sebaiknya tadi foto diatas...itu ...., kepala dombanya gak ada....... jadi benar serigala berbulu domba ......, tapi ini kelihatannya serigala berbulu dan berkepala domba dan berkepala serigala..... , atau serigala berbulu domba dan bertopi kepala domba ...... maaf....

    BalasHapus
  2. ekatron: pertimbanganku terhadap foto itu, yakni dia sebenarnya serigala, tapi berkedok domba pada saat2 diperlukannya. Hehe. Trims atas perhatiannya.

    BalasHapus