Jumat, 20 Mei 2011

Rumah Bapa di Sorga

Setelah menyampaikan Amanat Agung, Yesus memberkati murid-muridNya, dan pada saat itulah Ia terangkat ke sorga. Peristiwa itu terjadi sekitar dua ribu tahun silam dekat Betania, tidak jauh dari Yerusalem.
Peristiwa kenaikan Yesus ke sorga semestinya menjadi momentum bagi kita untuk merenungkan kembali eksistensi kita sebagai orang Kristen.  Socrates mengatakan, “Hidup yang tidak dikaji, tdak layak untuk dihidupi.” Ya, kita perlu mengkaji diri: kenapa saya menjadi pengikut Kristus? Apa yang harus saya lakukan di dunia ini? Apakah saya kelak tinggal di sorga bersama Yesus?
“Betapa indah dan mulia Sorga itu, kebanyakan orang Kristen tidak memikirkannya,” tulis penginjil besar, Dr Billy Graham dalam buku Facing Death and the Life After.
Suatu penelitian oleh Gallup (1982) yang dikutip Billy Graham menunjukkan, banyak anggota gereja  memiliki kepastian yang begitu lemah tentang hal masuk sorga. Di antara kelompok denominasi, hanya 24 persen Protestan yakin bahwa mereka akan masuk sorga, sedangkan Katolik sebanyak 41 persen. Menurutnya, orang-orang Kristen percaya akan mengalami kehidupan kekal di tempat indah bernama sorga, tapi pada kenyataannya masalah amat penting itu sering diabaikan seolah-olah sorga itu buikan apa-apa. Kenapa? Karena kita begitu terpesona dengan kehidupan di dunia ini. Kita terlalu sibuk mengejar sukses. Masalah setelah kematian urusan belakangan.
Alkitab dengan tegas mengatakan sorga itu ada. Alkitab versi King James mencatat 582 kali kata “sorga”. Lalu, apa yang dimaksud dengan sorga? Di dalam bahasa Ibrani (Perjanjian Lama), kata”sorga” adalah shamayim,  merupakan kata benda jamak yand secara harafiah berarti puncak atau tempat yang paling tinggi (the highest).
Di dalam bahasa Yunani (Perjanjian Baru), kata “sorga” adalah auranos. Kata ini menunjukkan pada suatu tempat yang tinggi dan mulia. Kedua kata itu tidak secara spesifik menunjukkan ke arah atas, melainkan lebih menekankan  dimensi di atas atau pada tingkat yang berbeda dengan bumi ini. Kalau kita menunjuk letak sorga secara geografis sembari menunjuk langit, maka kita salah. Sorga tidak terletak pada suatu area yang batas-batasnya ditentukan oleh panjang, lebar, dan tinggi. Sorga melampaui semua dimensi itu.
Sorga dirancang oleh arsitek agung, yakni Allah sendiri. Kita sering takjub melihat pemandangan di dunia ini. “Keindahan sorga adalah di atas. Keindahan bumi ada di Hangzhou,” tulis promosi wisata Tiongkok. Hawaii juga sering disebut sebagai sorga di dunia, sehingga banyak pelancong rindu untuk melihatnya. Namun, keindahan sorga melampaui batas imajinasi kita. Sorga adalah negeri yang mulia dan abadi. Sorga adalah Firdaus, di mana penjahat yang bertobat di kayu salib itu bersama orang-orang kudus sekarang ini tinggal. Rasul Paulus mengatakan, sorga adalah tanah air sorgawi yang ia rindukan. Ia mengatakan pula, sorga adalah kota kita yang akan datang, karena di bumi ini kita tidak punya tempat tinggal yang tetap.
Sebelum Yesus meninggalkan dunia  ini,  Ia berkata kepada Thomas, muridNya yang peragu itu. “Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat Bagimu” (Yohanes 14:2). Meskipun sudah lama menjadi pengikut Kristus, kita sering ragu seperti Thomas: Di manakah sorga? Bagaimana jalan ke sana?
Bukankah Yesus sudah tegas menyatakan, tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Dia? Pepatah mengatakan, banyak jalan menuju Roma. Namun, jangan sampai tersesat! Alkitab mengatakan, hanya Yesus satu-satunya jalan menuju sorga. Tidak ada  alternatif lain. Siapakah tokoh luar biasa yang pernah berani mengklaim dirinya sebagai satu-satunya jalan menuju sorga selain Yesus?
Alkitab mengatakan, sekalipun dosa kita merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju. Ya, sebagai orang yang beriman di dalam Kristus, bila dosa-dosa kita telah ditebus seperti penjahat di kayu salib itu, Yesus berjanji akan menyediakan tempat bagi kita di sorga. Ketika kita meninggalkan dunia ini, kita bisa berkata seperti  Rasul Paulus bahwa tinggal bersama Kristus jauh lebih baik. “Tidak ada janji yang lebih besar yang pernah di ucapkan dari pada janji Yesus untuk memberikan kepada umatNya kehidupan di dalam sorga sesudah kita mati,” tulis Dr Daniel A Brown dalam buku What The Bibie Reveals About Heaven.
Kemana orang-orang yang bertobat di dalam Kristus saat meninggal? “Begitu kita meninggal, kita akan tinggal bersama Tuhan Yesus,” tulis Billy Graham. Menurut tokoh besar Kristen ini, begitu kita menghembus nafas terakhir di dunia, kita mengambil nafas pertama di sorga. Ingat pertobatan seorang penjahat yang digantung di samping Yesus. Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada beersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43).
Rasul Paulus mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu” (Filipi 1:21-24). Demikianlah orang-orang beriman di dalam Kristus yang meninggal dapat kita baca di berbagai koran : “Telah pulang ke rumah Bapa di sorga.” Ada pula yang menulis In Loving Memory. “Setahun sudah engkau meninggalkan kami, tapi kami yakin engkau saat ini berada di rumah Bapa di sorga.
Nasihat bijak mengatakan., hiduplah dengan visi yang jelas. Visi abadi orang Kristen adalah tinggal di rumah Bapa di sorga. Alkitab mengatakan, orang Kristen yang telah ditebus dosa-dosanya adalah ciptaan baru, warga kerajaan sorga, bangsa yang kudus. Kita harus menyadari, hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kalau kita mati,  kita tidak usah takut. Sebab maut, musuh terakhir itu, sudah dikalahkan Yesus. Bila membayangkan betapa rumah Bapa di sorga sedang menantikan kita, semestinya menggairahkan kita untuk menjalani peran sebagai “garam dan terang”. Benar kata Rasul Paulus, penderitaan kita di dunia ini belumlah apa-apa dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita peroleh. Kita sebagai orang Kristen tenrtunya selalu bersuka cita menyampaikan Amanat Angung dari Yesus Kristus Tuhan kita, yakni memberitakan Injil sampai ke seluruh dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar