Catatan: Artikel ini dimuat di majalah Maranatha edisi Pebruari 2008
Janji-Mu seperti fajar pagi hari
Yang tiada pernah terlambat bersinar....
Akhir-akhir ini, pada saat daya beli masyarakat merosot, harga-harga kebutuhan pokok meningkat pesat. Bisa dibayangkan, betapa suramnya prospek perekonomian kita kalau harga BBM kelak dinaikkan. Ya, di negeri ini (ada yang menyebut negeri bencana dan republik alpa) kita berharap-harap cemas membicarakan masa depan. Apakah yang akan terjadi? Bagaimana kita harus mengantisipasinya? Kepada siapa kita harus meminta tolong untuk mengetahui masa depan kita?
“Di hari-hari pertama tahun baru, peramal kebanjiran pengunjung….” tulis Pojok Kompas, 7 Januari 2008. Di Tanah Karo, saya mendengar cerita tentang dua guru, yakni guru agama dan guru sibaso (bahasa Karo: peramal, dukun). Kenapa banyak orang meskipun mengaku percaya kepada Tuhan meminta nasihat menyangkut masa depan justru bukan kepada guru agama, melainkan guru sibaso? Jawabannya mudah. Guru agama tidak bisa memberitahukan masa depan kita, sedangkan guru sibaso dengan fasih meramalkannya, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dihindari, dan akhirnya merasa nyaman karena itu rela membayar jasanya.
Berbicara tentang masa depan, pada umumnya yang kita ingat adalah hal kesejahteraan atau keberuntungan. Kalau kita coba mewujudkan apa kira-kira bentuk “kesejahteraan atau keberuntungan” mungkin yang paling mendekati adalah materi (uang). Namun, jangan mudah terkecoh. Uang tidak akan menjamin kebahagiaan sejati kepada kita. Pepatah Perancis mengatakan, “Le mieux est l’ennemi du bien.” Keadaan lebih baih adalah musuh utama kebaikan.
Ada baiknya kita menoleh ke Jepang. Negeri itu begitu makmur. Pendapatan per kapitanya sekitar 34.023 dollar AS per tahun (2005). Dengan kata lain, rata-rata penghasilan orang Jepang lebih Rp 26 juta setiap bulan (bandingkan dengan UMR/Upah Minimum Regional Indonesia, tidak sampai Rp 1 juta per bulan). Saya pernah tinggal di Jepang, dan melihat banyak lowongan pekerjaan yang tertempel di kaca. Tampak ditulis antara lain, sedang dibutuhkan karyawan di toko dengan gaji (dikonversikan dalam rupiah) sekitar Rp 15 juta per bulan. Meskipun Jepang tercatat sebagai negeri yang serba mahal (secangkir kopi, misalnya, Rp 50.000), kita masih bisa menabung setengah dari gaji kita. Bukan hanya makmur, negeri matahari terbit memiliki tingkat harapan hidup yang tinggi (rata-rata di atas 80 tahun). Jangan heran kalau melihat banyak kakek dan nenek berseliweran di pasar dan stasiun kereta api melangkah dengan sigap tak kalah dengan kaum mudanya. Tidak hanya makmur dan sehat, warga Jepang juga pintar-pintar. Bukankah dunia sudah sejak lama mengakui teknologinya yang luar biasa itu? Meskipun Jepang tidak disebut sebagai negeri pertanian, dengan teknologinya, misalnya, bercocok tanam semangka dan buah yang dihasilkan berbentuk segi empat, supaya mudah disusun ketika hendak dikirim.
Perlu diketahui, apa yang menjadi pokok-pokok doa orang Kristen (sehat, kaya, pandai) ternyata sudah dimiliki sejak lama oleh umumnya orang Jepang yang justru tidak berdoa memintanya kepada Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus. Namun, harus direnungkan, bahagiakah orang-orang Jepang itu dengan segala yang dimilikinya? Tidak usah kita jawab, tapi yang jelas, dilaporkan Jepang tercatat sebagai salah satu negeri yang memiliki angka bunuh diri tertinggi di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tercatat lebih 30 ribu orang mati bunuh diri setiap tahun di Jepang. Dengan kata lain, rata-rata 82 orang mati bunuh diri setiap hari di Jepang. Kenapa itu terjadi? Matthew Firestone dalam gadling.com menulis judul artikelnya dengan pertanyaan, “Why Japan leads the world in suicide?” Ya, sekali lagi, mengapa orang Jepang begitu banyak yang bunuh diri? Dalam konprensi pers, Kepala Sekretaris Kabinet Nobutaka Machimura mengatakan, ekonomi dan tekanan pekerjaan (job stress) adalah faktor utama di balik tingginya angka bunuh diri di Jepang. “Bunuh diri bisa dicegah. Itu adalah masalah kejiwaan yang dapat disembuhkan,” katanya sembari menyebutkan program pemerintah untuk menekan tingginya angka bunuh diri.
Artikel itu mendapat banyak komentar, antara lain saya kutip dari Bree, setelah diterjemahkan kira-kira begini katanya “Tuhan tidak ada, jadi mereka bunuh diri seperti yang mereka kehendaki. Kalau mereka mau mati, ya menurut saya, mati sajalah!” Adapun James menulis, “ Pemerintah tidak akan berhasil mengatasi masalah tingginya angka bunuh diri kalau Tuhan tidak dilibatkan.” Ada juga yang menulis, tingginya angka bunuh diri di Jepang tidak bisa dilepaskan dari faktor kebudayaan: Kalau mereka gagal, merasa malu, dan merasa tidak memiliki lagi harapan, maka lebih baik bunuh diri saja.
Lalu, bagaimana kita sebagai orang Kristen menghadapi masa depan? Seperti ditulis dalam Pojok Kompas, banyak orang mendatangi peramal. Ingatlah, Alkitab menyatakan, “Cemburu-Mu berkobar-kobar seperti api” (Mazmur 79:5). Allah sangat membenci anak-anak-Nya yang terlibat dalam penyembahan-penyembahan berhala. “Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan” (Imamat 19:26b).
Kita hidup di bumi ini hanya sementara. “Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita menanti kota yang akan datang” (Ibrani 13:14). Tanpa bermaksud mengecilkan kesusahan-kesusahan kita (terutama saudara-saudara kita yang hidup dalam kemiskinan), “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18). Ya, Allah yang maha pengasih itu melalui Yesus Kristus telah menghadiahkan masa depan bagi kita. Banyak orang mati bunuh diri di seluruh dunia melebihi jumlah kematian akibat perang karena merasa tidak lagi memiliki harapan. Namun, bagi orang-orang yang mengandalkan Tuhan, “masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Amsal 23:18). Janji Tuhan itu murni dan sangat teruji, tulis Raja Daud dalam Mazmur. Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
pusatnya link alternatif agen sabung ayam terpercaya indonesia
BalasHapusRaih Jutaan Rupiah Bersama Kami...
Langsung Saja Kunjungi Kami bolavita1.com
Untuk Info, Bisa Hubungi :
Telegram : +62812-2222-995 / https://t.me/bolavita
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita