Catatan: Artikel ini dimuat di harian Sinar Indonesia Baru, 16 April 2006.
Sejarah mencatat, Paskah pertama terjadi pada malam tanggal 14 bulan Nisan sekitar 3.500 tahun silam ketika bangsa Israel meninggalkan Mesir. Empat hari sebelumnya, Tuhan berkata kepada Musa agar menyuruh setiap rumah tangga memilih seekor anak domba jantan berumur setahun dan tidak cacat. Setelah dikurung empat hari, domba itu disembelih pada waktu senja. Kemudian darahnya dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan ambang atas pada setiap rumah di mana orang memakannya. Pada malam itu juga Tuhan akan mengelilingi tanah Mesir untuk membunuh semua anak sulung dari anak manusia sampai anak binatang dan menghukum semua dewa di Mesir. Darah itu menjadi tanda di rumah-rumah orang Israel tinggal. Apabila Tuhan melihat darah itu, maka Ia akan melewati mereka. Tidak akan ada tulah kematian di antara kaum Israel . Alkitab mencatat secara rinci peraturan Paskah sesuai dengan petunjuk Tuhan (Keluaran 12).
Tuhan berfirman pula agar mereka membuat peristiwa itu sebagai hari raya bagi Tuhan yang harus dirayakan turun-temurun. Paskah dalam bahasa Ibrani adalah Pesach atau Pesah, artinya melewati. Ketika melihat tanda darah itu, maka “Aku akan lewat dari pada kamu,” ujar Tuhan dalam Keluaran 12:13. Demikianlah orang Israel setiap tahun merayakan Paskah pada hari ke-14 bulan Nisan. Hingga kini, Paskah menjadi salah satu tanggal penting dalam kalender Yahudi. Bagi rakyat Israel , Paskah berarti mengenang saat pembebasan bangsanya dari perbudakan Mesir.
Hari Paskah pada zaman Yesus dirayakan-Nya pada malam sebelum Ia ditangkap (Matius 26:17). Dengan kata lain, setelah makan Paskah, Yesus bersama murid-murid-Nya menuju Getsemani, di mana kemudian orang-orang suruhan para pemimpin agama Yahudi menangkap-Nya. Namun, Rasul Yohanes mencatat, hari Paskah dirayakan setelah penangkapan itu. “Maka mereka membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah” (Yohanes 18:28).
Catatan di Alkitab menunjukkan, terdapat perbedaan sehari bagi Israel dalam merayakan Paskah. Kenapa demikian? Secara turun-temurun rakyat Yahudi mengikuti panduan Paskah dari Perjanjian Lama. Antara lain, mereka memilih korban sembelihan pada empat hari sebelum tanggal 14 bulan Nisan. Dengan kata lain, mereka telah disibukkan memilih domba-domba yang memenuhi persyaratan sebagai korban Paskah pada tanggal 10 bulan Nisan, yakni hari Senin pekan itu. Perbedaan hari perayaan Paskah kemudian muncul disebabkan bangsa Yahudi pada zaman Kristus memiliki dua metode penghitungan kalender. Orang Farisi, orang Galilea (Yesus berasal dari sini), dan distrik-distrik utara Israel , menghitung tiga hari dari matahari terbit sampai matahari terbit. Sedangkan orang Saduki, orang Yerusalem, dan distrik-distrik selatan Israel menghitung hari dari matahari terbenam sampai matahari terbenam. Menurut wilayah utara, tanggal 14 bulan Nisan berarti jatuh pada hari Kamis, sedangkan menurut wilayah selatan, jatuh pada hari Jumat.
Sebagai pengikut Kristus, kita percaya bahwa Yesus menjadi Anak Domba Allah yang dikorbankan untuk menebus dosa-dosa kita (Yohanes 1:29). Paskah terakhir Yesus pada malam itu tentu tak akan pernah kita lupakan. Seniman besar Leonardo da Vinci (1452-1519) mengabadikannya melalui lukisan terkenal Perjamuan Terakhir untuk mengenang peristiwa itu. Alkitab mencatat: “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata, “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu, Ia mengambil cawan, mengucap syukur, lalu memberikannya kepada mereka dan berkata, “Minumlah kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Matius 26:26-28).
Tentu saja, Paskah sejati terjadi pada Perjanjian Baru, ketika darah Yesus, Anak Domba Allah itu, dicurahkan untuk melepaskan umat manusia dari perbudakan dosa. Seperti tulis Alkiab, “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (Ibrani 10:4).
Lalu, sebagai pengikut Yesus Kristus, kapan tepatnya kita merayakan Paskah? Tidak seperti Natal , yakni mengenang kelahiran Yesus yang puncaknya jatuh pada setiap 25 Desember, kita tidak memiliki tanggal yang tetap untuk merayakan Paskah. Jangankan tanggal, bulan untuk merayakan Paskah juga sering tidak sama dari tahun ke tahun. Terkadang diperingati pada bulan Maret, terkadang April.
Pada mulanya memang ada usulan dari jemaat Kristen asal Yahudi agar hari Paskah ditetapkan seperti dalam kalender Yahudi, tanggal 14 bulan Nisan. Artinya, Paskah bisa jatuh pada hari apa saja. Namun, ada pula pendapat agar Paskah tetap dirayakan pada hari Minggu setelah kebangkitan Yesus. Namun, tepatnya hari Minggu yang mana?
Kemudian, pada tahun 325 dalam sebuah konsili (persidangan gerejawi) di Nicea, dikeluarkan sebuah ketetapan untuk hari Paskah yakni, pada hari Minggu pertama sesudah purnama, setelah tanggal 21 Maret permulaan musim semi. Jika purnama jatuh pada hari Minggu, maka Paskah dirayakan pada hari Minggu berikutnya. Keputusan itu dipegang terus oleh semua gereja di seluruh dunia hingga kini. Bisa dipastikan, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret-25 April. Karena purnama bisa dihitung jauh hari sebelumnya, maka tanggal Paskah bisa dibuat beberapa tahun ke depan. Selamat Paskah!
bujur sekali nari pal, tulisenndu cukup informatif, SELAMAT HARI RAYA PASKAH, GBU
BalasHapus