Istilah “politik” (politics) sering dikonotasikan secara negatif: politik itu kotor; politik itu boleh menghalalkan segala cara; dan bidang politik sebaiknya tidak dimasuki oleh orang baik-baik, karena kalau tidak ikut arus, cepat atau lambat akan tersingkir. Di dalam sejarah politik, sejak mulai dikenal dari Yunani kuno, politik memang sering diwarnai kecurangan dan kekerasan. Bukankah peribahasa politik menyatakan, “Tidak ada kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi?” Pernyataan klasik sejarawan Inggris, Lord Acton (1834-1902) menyatakan: “Power tends to corrupt….” (Kekuasaan cenderung menyimpang).
Sejak reformasi di Indonesia bergulir pada 1998, suksesi kepemimpinan dialakukan secara demokratis atau pemilihan langsung. Namun, sering kali terjadi kecurangan-kecurangan seperti politik uang (money politics), korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan lainnya. Kenapa demikian? Hal ini terjadi karena minimya pemahaman kita tentang politik.
Tentu saja, politik memiliki arti luas. Prof Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik menulis, “Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan dan melaksanakan tujuan-tujuan dari sistem itu.”
Jadi, politik pada hakikatnya menawarkan berbagai pilihan kebijakan untuk mengurus negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya. Bahwa terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaannya, tidak bisa kita pungkiri, tapi yang jelas politik bertujuan agar pemerintahan suatu negara terselenggara dengan baik. Suksesi atau pemilihan kepemimpinan adalah salah satu bagian penting dari kegiatan politik. Sebagai warga yang bertanggung jawab atas masa depan bangsa, kita harus memilih calon pemimpin yang layak, bukan karena diiming-imingi oleh uang atau faktor lain (suku, agama, hubungan keluarga).